Friday, July 8, 2011

Makalah tentang HAM ( Hak Untuk Mendapatkan Pekerjaan)

MAKALAH
HAK UNTUK MENDAPATKAN PEKERJAAN


Oleh :
NIM : 10006253
Kelas : E

PENDIDIKAN MATEMATIKA
YOGYAKARTA
2010/2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin.




Yogyakarta, Desember 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

SAMPUL.............................................................................1
KATA PENGANTAR..........................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................4
A. Latar Belakang Masalah............................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................5
C. Tujuan Yang Ingin Dicapai............................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................6
A. Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM................................................................................6
1. Pengertian HAM................................................................................6
2. Ciri Pokok Hakikat HAM................................................................................7
B. Sejarah Perkembangan HAM................................................................................7
C. Hak Untuk Mendapatkan Pekerjaan.........................................................................11
1. Kelembagaan Antar Kerja.............................................................................13
2. Bentuk Perlindungan (Normatif) Yang Wajib Dipenuhi.............................15
3.Permasalahan....................................................................17
4. Pembinaan dan Pengawasan........................................................................18
5. Dampak Hukum.............................................................................19

BAB III PENUTUP...........................................................................20
A.Kesimpulan......................................................................20
B.Saran...........................................................................20
C.Daftar Pustaka...........................................................................21


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.

B. Rumusan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Apa Pengertian dan Ciri Pokok Hakikat HAM ?
2. Sejarah Perkembangan HAM?
3. Hak Untuk Mendapatkan Pekerjaan?

C. Tujuan Yang Ingin Dicapai
Dalam penyusunan Makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Penulis ingin mengetahui pengertian HAM.
2. Penulis ingin mengetahui sejarah perkembangan HAM.
3. Penulis ingin memahami tentang Hak Untuk Memperoleh Pekerjaan.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Ciri Pokok Hakikat HAM
1. Pengertian HAM

 HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
 Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
 John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
 Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

2. Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
 HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
 HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
 HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

B. Sejarah Perkembangan HAM
Perkembangan pemikiran HAM dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
i. Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
ii. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
iii. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
iv. Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

 Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
1. Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
2. The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3. The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.
4. The Four Freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).

 Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
3. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
4. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

C. Hak Untuk Mendapatkan Pekerjaan
Mengacu pada pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal tersebut juga dapat diterjemahkan bahwa sebenarnya seluruh warga negara Indonesia tidak berkeinginan menjadi pengangguran dan juga tidak kepingin menjadi orang miskin.
Pada hakekatnya mengandung makna bahwa setiap warga negara yang akan menggunakan haknya untuk mendapatkan pekerjaan harus diberikan perlindungan dalam rangka mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual.
Setiap warga negara Indonesia yang bermaksud mendapatkan pekerjaan didalam maupun di luar negeri, baik pekerjaan formal maupun pekerjaan informal disebut Pencari Kerja. Pemenuhan hak untuk mendapatkan pekerjaan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, dapat dilakukan oleh setiap warga negara secara perorangan maupun kelompok.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan, keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja tetapi juga dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Untuk itu diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan konprehensif antara lain mencakup tentang pelayanan penempatan tenaga kerja, perluasan kesempatan kerja dan hubungan industrial.
Terkait dengan pelayanan penempatan kepada pencari kerja (tenaga kerja) maka pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam upaya perluasan kesempatan kerja dan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal serta penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Merujuk pasal 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan bahwa dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dilaksanakan secara terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
Selain itu penempatan tenaga kerja diupayakan sesuai antara kompetensi tenaga kerja dengan kualifikasi jabatan yang ada.
Dalam pelaksanaan pelayanan penempatan kerja bersifat terpadu dalam satu sistem penempatan tenaga kerja yang meliputi unsur – unsur pencari kerja, lowongan kerja, informasi pasar kerja, mekanisme antar kerja dan kelembagaan antar kerja, walaupun dalam implementasinya unsur-unsur tersebut dapat dilaksanakan secara terpisah yang ditujukan untuk terwujudnya penempatan tenaga kerja.

1. KELEMBAGAAN ANTAR KERJA
Sejak tahun 1990 pemerintah telah melakukan regulasi dibidang penempatan tenaga kerja, terutama lembaga pelayanan penempatan kerja, yang sebelumnya kegiatan penempatan dilakukan hanya oleh pemerintah, bentuk regulasi tersebut dengan mengajak peran serta masyarakat untuk bersama-sama menangani permasalahan penempatan yang semakin komplek, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika masyarakat pencari kerja dan pengguna tenaga kerja. Lembaga pelaksana penempatan kerja berperan dalam melaksanakan fungsi-fungsi antar kerja yakni memberikan pelayanan informasi pasar kerja, penyuluhan dan bimbingan jabatan serta pelayanan perantaraan kerja yang semua fungsi tersebut termaktub dalam unsur-unsur pelayanan penempatan kerja yang saling berkait.
Sesuai dengan pasal 37 ayat 1 UU Nomor 13 tahun 2003 yang dijabarkan lebih lanjut dengan Permenakertrans RI dan Permenakertrans RI Nomor : Per. 07/Men/IV/2008 Tentang Penempatan Tenaga Kerja, bahwa pelaksana penempatan terdiri dari :
1. Instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, artinya disini adalah Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten / Kota yang membidangi ketenagakerjaan.
2. Lembaga Swasta berbadan hukum, bentuk Perseroan Terbatas, Koperasi atau lembaga pelatihan kerja, lembaga tersebut meliputi.
a. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang mempunyai kewenangan untuk menempatan tenaga kerja ke luar negeri.
b. Lembaga Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Swasta ( LPTKS) terbagi dalam 3 (tiga) kewenangan penempatan yakni :
1b. LPTKS Antar Kerja Antar Daerah yang ijin operasionalnya dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, mempunyai kewenangan penempatan lintas provinsi di NKRI;
2b. LPTKS Antar Kerja Antar Lokal yang ijin operasionalnya dari Gubernur / Dinas yang membidangi ketenagakerjaan provinsi, mempunyai kewenangan penempatan regional satu provinsi / lintas kabupaten / kota;
3b. LPTKS Antar Kerja Antar Daerah yang ijin operasionalnya dari Bupati/Walikota / Dinas yang membidangi ketenagakerjaan Kab/Kota, mempunyai kewenangan penempatan terbatas wilayah kerja kab / kota yang bersangkutan.
3. Bursa Kerja Khusus (BKK), lembaga ini berada di Sekolah Menengah Kejuruan, Perguruan Tinggi dan Lembaga Pelatihan Kerja. Lembaga tersebut mempunyai kewenangan untuk menyalurkan dan menempatan pencari kerja bagi alumninya.

2. BENTUK PERLINDUNGAN (NORMATIF)YANG WAJIB DIPENUHI:
Disebutkan dalam pasal 35 ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003, bahwa Pelaksana Penempatan tenaga kerja dalam memberikan pelayanan penempatan kepada pencari kerja wajib memberikan perlindungan kepada pencari kerja / tenaga kerja sejak rekrutmen sampai dengan penempatan, bentuk perlidungan tersebut antara lain :
1. Sesuai dengan asas terbuka bahwa pencari kerja berhak diberikan informasi yang benar, jelas dan bertanggung jawab yang mencakup jenis pekerjaan, upah yang akan diterima, jam kerja / waktu kerja, tempat kerja, hal ini untuk menghidari terjadinya perselisihan setelah pencari kerja ditempatkan;
2. Pencari kerja bebas memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan, dan memperoleh penghasilan yang layak, mengandung makna bahwa pencari kerja tidak dibenarkan untuk dipaksa menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan minatnya, demikian juga pihak pengguna juga tidak boleh dipaksa menerima tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
3. Pemberi kerja dalam menawarkan pekerjaan yang sesuai / cocok kepada pencari kerja / tenaga kerja harus obyektif, dan harus memperhatikan kepentingan umum.
4. Pelayanan penempatan tenaga kerja harus adil dan setara artinya penempatan didasarkan pada kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, aliran, status, dan golongan (diskriminasi).
5. Bentuk perlindungan lain yang sangat penting antara lain :
a. Mengadministrasikan, menyimpan data pencari kerja dan memberikan data tersebut kepada pihak-pihak yang diperbolehkan, misal data diberikan kepada calon pengguna tenaga kerja / lembaga penyalur untuk kepentingan seleksi.
b. Perjanjian Penempatan (PP) yang ditanda tangani oleh pencari kerja, dan lembaga pelaksana penempatan swasta yang diketahui oleh Dinas yang membidangi ketenagakerjaan, dokumen berisi tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak serta tata cara melaksanakan kerja. Dokumen tersebut sangat diperlukan guna menjamin kepastian hukum bagi masing-masing pihak karena ada pasal tentang jangka waktu kapan harus ditempatkan. PP tersebut dibuat setelah pencari kerja dinyatakan lulus seleksi.
c. Perjanjian Kerja (PK) yang dibuat secara tertulis atau lisan, PK yang dibuat secara tertulis, sekurang kurangnya memuat identitas perusahaan dan tenaga kerja, jabatan, tempat kerja, upah, cara membayar, syarat-syarat kerja ( hak dan kewajiban pengguna dan tenaga kerja ), mulai kerja, jangka waktu, tempat dan tanggal PK dibuat dan tanda tangan masing-masing pihak. Perjanjian Kerja yang dibuat oleh para pihak tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
d. Mengikutsertakan tenaga kerja dalam Program Jaminan asuransi tenaga kerja.

3. PERMASALAHAN
Mencermati pelayanan antar kerja yang seharusnya setiap pencari kerja mendapatkan hak-hak normatif sesuai ketentuan yang ada, nampaknya belum sepenuhnya diberikan oleh seluruh pelaksana penempatan kerja yang ada, bahkan terdapat oknum lembaga penempatan swasta yang kurang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan penempatan kepada pencari kerja, masih ditemukan praktek-praktek yang merugikan pencari kerja, misal : pelayanan ala kadarnya, dipungut biaya, ditipu, diperas dan diperdagangkan (trafiking).
Permasalahan lain yang dihadapi lembaga pelaksana penempatan antara lain sumber daya manusia yang kurang profesional karena belum terlatih dan belum berpengalaman, dan ada indikasi dalam pelayanan cenderung hanya mengedepankan unsur bisnisnya dari pada unsur sosialnya. Pelayanan yang buruk juga disumbang kareana sarana dan prasarana yang kurang memadai, yang seharusnya dalam membentuk lembaga penempatan kerja harus ada standar minimal yang harus disiapkan oleh calon lembaga tersebut sebelum mendapatkan ijin dari instansi yang berwenang, misal bangunan untuk kantor harus didesain layaknya kantor pelayanan antar kerja, yang minimal harus ada ruang tunggu, ruang pendaftaran / wawancara, ruang penyuluhan / seleksi, tempat penyimpanan dokumen dll.
Sebenarnya sitem pelayanan penempatan kerja kepada pencari kerja sudah baik, namun implementasinya yang belum maksimal. Sesuai ketentuan bahwa pelayanan penempatan seharusnya sudah menggunakan Sistem On Line, namum kenyataannya baru beberapa instansi pemerintah saja yang ada. Dipihak pencari kerja ada kalanya merasa enggan dengan pelayanan yang diberikan oleh lembaga pelayanan kerja, yang terlalu berbelit-belit dan cukup lama untuk dapat ditempatkan, sehingga memutuskan mencari pekerjaan dengan caranya sendiri dan bahkan tidak sedikit yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Pendapat ini sebenarnya tidak terlalu benar, karena dari aspek perlindungan biasanya kurang terjamin.

4. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Stake holder terkait bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten /kota secara terpadu dan terkoordinasi, lebih mengintensifkan kegiatan pembinaan dan pengawasan ke lembaga-lembaga penempatan kerja secara kontinyu, sehingga permasalahan yang sering muncul akan berkurang. Perlu tindakan tegas berupa sanksi hukum kepada lembaga penempatan yang memberikan pelayanan penempatan kepada pencari kerja yang tidak sesuai dengan normatif yang ada. Dalam penerbitan ijin pendirian lembaga penempatan kerja perlu diperketat, dilakukan akreditasi yang cermat sesuai standar yang telah dibakukan.
Bentuk pembinaan terhadap lembaga penempatan kerja mencakup bidang informasi, sumber daya manusia, perlindungan, proses pelayanan penempatan, sarana dan prasarana serta keseuaian penempatan antara pencari kerja dengan job yang ada.

5. DAMPAK HUKUM
Kita sepakati bersama bahwa setiap kewajiban atau keharusan dalam suatu peraturan perundangan akan berdampak hukum atau sanksi akibat tidak dipenuhinya atau dilanggarnya kewajiban tersebut. Sesuai dengan pasal 186 ayat 1 barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003, apabila Pelaksana Penempatan tenaga kerja tidak memberikan perlindungan kepada pencari kerja / tenaga kerja sejak rekrutmen sampai dengan penempatan, maka dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah). Tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana pelanggaran artinya lembaga peradilan dapat menerapkan salah satu sanksi tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.

C. Daftar Pustaka
1. Kansil C.S.T, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: PT pradnya paramita
2. www.irchan.co.cc/2009/01/sejarah-perkembangan-ham.com
3. http://www.infokerja-jatim.com/?m=detail_berita&id=96
4. http://www.jimly.com/makalah/namafile/2/Demokrasi dan hak asasi manusia.doc
Add to Cart

0 comments:

Post a Comment